Jakarta--Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Haryono mengatakan, Direktur Penuntutan (Dirtut) KPK, Feri Wibisono mengaku memberikan fasilitas kepada mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto berupa kemudahan untuk keluar melalui pintu khusus di gedung KPK.
"Waktu itu Pak Wisnu trauma dengan pemberitaan, minta lewat pintu samping. Pak feri tidak menyadari dan memenuhi itu," kata Haryono ketika ditanya wartawan di Jakarta, Rabu (10/2).
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Menurut Haryono, pimpinan KPK telah meminta Feri untuk membuat kronologi kejadian. Kemudian, bagian Pengawas Internal (PI) KPK akan memeriksa kronologi itu dan menentukan langkah lebih lanjut.
Haryono tidak menjelaskan secara rinci langkah yang akan dilakukan oleh PI. Dia hanya menjelaskan, pada akhirnya PI akan menerbitkan rekomendasi apakah Feri bersalah atau tidak bersalah dalam kasus itu.
Menurut Haryono, pimpinan KPK bisa langsung menyikapi rekomendasi yang diberikan oleh PI. Jika PI merekomendasikan Feri bersalah, pimpinan langsung bisa memberikan hukuman.
"Kita tunggu saja hasil dari Pengawas Internal," kata Haryono.
Sebelumnya, delapan lembaga antikorupsi yang tergabung dalam gerakan Cinta Indonesia Cinta Antikorupsi (CICAK) mendesak KPK segera memeriksa Direktur Penuntutan KPK, Feri Wibisono atas dugaan pelanggaran kode etik pegawai.
"Kami mendesak agar Feri Wibisono segera diperiksa. Jika terbukti bersalah, dia harus dikembalikan ke Kejaksaan Agung," kata Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta.
Febri dan sejumlah aktivis lembaga antikorupsi lainnya datang ke gedung KPK untuk melaporkan Feri Wibisono ke bagian Pengawasan Internal (PI) KPK. PI adalah bagian KPK yang bertugas mengusut dan merekomendasikan hukuman bagi pegawai atau pimpinan KPK yang melanggar kode etik.
Lembaga antikorupsi yang ikut melapor adalah, Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN); Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK); Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN).
Kemudian Indonesia Legal Resource Center (ILRC); Transparency International Indonesia (TII), Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia; dan Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada.
Febri Diansyah mengatakan, Feri diduga telah mengalami konflik kepentingan dengan memberikan fasilitas kepada mantan Jaksa Agung Muda Intelijen, Wisnu Subroto yang sedang menjalani pemeriksaan di KPK untuk kasus dugaan percobaan penyuapan dan menghalangi penyidikan kasus korupsi.
Menurut Febri, pada 4 Februari 2010, sejumlah aktivis antikorupsi yang sedang melaporkan sejumlah dugaan tindak pidana korupsi kehutanan memergoki Wisnu Subroto dan Feri Wibisono berada dalam satu lift.
Keduanya menuju lantai dasar gedung KPK. Berdasar keterangan sejumlah pihak, Wisnu keluar menggunakan pintu khusus di gedung KPK dan diantar oleh Feri Wibisono yang juga mantan jaksa.
Pintu khusus yang berada di lantai dasar gedung KPK biasanya hanya digunakan oleh pegawai dan pimpinan KPK. Sedangkan semua saksi atau tersangka yang diperiksa selalu melewati pintu depan, tempat para wartawan menunggu.
Wisnu adalah saksi yang diperiksa oleh KPK untuk perkara percobaan penyuapan dan menghalangi penyidikan kasus korupsi. Kasus itu telah menjerat pengusaha Anggodo Widjojo sebagai tersangka.
Menurut Febri, tindakan Feri patut diduga sebagai bentuk pelanggaran Peraturan KPK No 05 P.KPK Tahun 2006 tentang Kode Etik Pegawai.
Aturan itu melarang setiap pegawai KPK untuk berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan terdakwa, tersangka, dan calon tersangka atau keluarganya atau pihak lainnya yang terkait yang penanganan kasusnya sedang diproses oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, kecuali oleh pegawai yang melaksanakan tugas karena perintah jabatan. ant/fid