(Esposin)--Awalnya hanya seonggok lidi. Namun, siapa sangka jika lidi tersebut jika ditangani dengan baik akan menjelma menjadi sebuah produk yang laku keras di dunia.
Promosi BRI Dampingi Petani Jeruk Semboro di Jember Terapkan Pertanian Berkelanjutan
Rabu (7/12/2011), 20 orang ibu rumah tangga dari Mojosongo dan Jebres dibuat takjub saat melihat batang-batang lidi diubah menjadi lembaran tenun lidi. Lidi ditenun dengan alat tenun bukan mesin (ATBM) yang khusus dirancang untuk pekerjaan tersebut.
Ya, Rabu kemarin, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Solo menggandeng eksportir produk kerajinan tenun lidi, Swastama, untuk memberikan pelatihan.
Dinas membawa 20 unit ATMB lidi yang dipinjamkan kepada 20 peserta. Mereka adalah ibu rumah tangga tanpa penghasilan, atau kalaupun ada penghasilannya seadanya.
Sukarni, 47, misalnya, sehari-hari bekerja menyapu di halaman kampus. Selebihnya, wanita yang semua anaknya telah dewasa ini hanya menghabiskan waktu di rumah. Mendapat pelatihan menenun lidi, Sukarni sangat girang.
Sejenak dia lupakan usianya yang beranjak menuju setengah abad. “Saya yakin pasti bisa. Nanti dengan latihan sering-sering,” ujar Sukarni, saat ditemui Esposin, di sela-sela pelatihan.
Bagaimanapun, Sukarni berangkat dari ibu rumah tangga yang sama sekali awam dengan dunia tenun. Dia tak pernah tahu bagaimana rupa mesin tenun, baik itu tenun murni benang ataupun lidi. Kendati demikian, kemarin, dengan semangat dia bergabung bersama 19 orang lain yang tampak antusias melihat pelatih mengajari mereka.
Untuk membuat tenun lidi, ibu-ibu tersebut dipinjami ATBM lidi. Alat sederhana itu terdiri dari kayu yang diatur sedemikian rupa sehingga berfungsi mendekatkan lidi satu dengan yang lain, disertai bagian yang diinjak untuk mendorong lidi dan sisir untuk memisahkan helai benang sekaligus membentuk motif.
Sukarni hanya perlu memasukkan lidi di antara helai benang dan dengan alat tersebut mendorong lidi mendekat satu sama lain. Lidi yang telah tersusun membentuk sebuah pola yang indah.
“Memang untuk menjadi mahir butuh paling tidak tiga bulan. Tapi, saya rasa itu bisa dibiasakan. Kalau susah mahir sehari bisa dapat 25-30 meter tenun lidi,” jelas pelatih yang juga Supervisior Produksi Swastama, Nur Alamsyah.
Nur menyebut prospek usaha tenun lidi sangat menjanjikan. Dalam sepekan, menurutnya, Swastama membutuhkan paling tidak 16.000 meter tenun lidi. Jumlah itu bisa bertambah jika permintaan ekspor melonjak.
Misalnya, Nur mengatakan Swastama pernah membutuhkan 27.000 meter untuk memenuhi permintaan ekspor. Puluhan ribu meter tenun lidi diperoleh Swastama dari banyak daerah, dari Soloraya, bahkan hingga Jogja dan Salatiga. “Di tempat-tempat itu ada pengepul. Semua juga berasal dari kami beri pelatihan.”
Jika telah berkembang, Swastama menjanjikan akan memborong semua tenun lidi produksi peserta pelatihan. Untuk jasa menenun lidi, setiap perajin akan menerima imbalan. Sebagai gambaran, jika satu meter tenun lidi dihargai Rp 4.000/meter, maka untuk 1 meter pekerjaan, perajin menerima uang jasa Rp 1.000.
Sementara itu, Kasi Industri Kecil Disperindag Solo, Sapti Maini Nurbaity, mengungkapkan pelatihan tenun lidi sengaja dihelat pihaknya untuk memberi peluang usaha pada ibu rumah tangga.
Untuk alat, peserta pelatihan berhak menggunakan ATBM lidi dengan sistem pinjam pakai. Alat senilai Rp 2 juta/unit tersebut didesain khusus untuk menghasilkan tenun lidi yang berkualitas.
(Tika Sekar Arum)