Solo (Espos)--Kalangan buruh bereaksi keras dengan wacana Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah yang akan memangkas insentif bagi karyawan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) jika tarif dasar listrik (TDL) tetap naik 15%.
Kebijakan tersebut dinilai sebagai kebijakan asal yang tidak memperhatikan sisi sosial kemanusiaan melainkan hanya orientasi bisnis. Seperti disampaikan Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Solo, Hudi Wasisto.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
"Seharusnya pengusaha tidak boleh seperti itu. Karena kebijakan itu sangat merugikan buruh. Insentif itu sangat signifikan menambah pendapatan buruh di samping gaji pokok. Semestinya, jika memang kenaikan TDL semakin membebani biaya operasional dan tidak ada lagi pos biaya yang bisa ditekan lagi, maka naikkan saja harga produknya," tutur Hudi.
Jika kenaikan harga itu dilakukan oleh produk yang sama, lanjutnya, justru bisa meningkatkan daya saing produk dan tersebut.
Senada disampaikan Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 1992, Suharno. Saat ditemui Esposin, Rabu (7/4), Suharno mengatakan semestinya pengusaha mencari alternatif penyelesaian terhadap persoalan kenaikan TDL, dengan tidak memangkas hak karyawan. SBSI pun menyesalkan sikap pengusaha yang selalu mengorbankan buruh jika ada kenaikan biaya produksi.
haw