Esposin, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengharapkan dukungan politik yang kuat dari pemerintah maupun DPR dalam upaya pemberantasan korupsi.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarief mengatakan belum lama ini dia menghadiri undangan ulang tahun ke-50 badan antikorupsi Malaysia. Menurutnya, sepanjang sejarah lembaga tersebut, tidak pernah ada politikus yang menyuarakan wacana pembubaran lembaga antikorupsi.
“Saya juga berdiskusi dengan badan antikorupsi Singapura. Saya bertanya mengapa mereka begitu kuat dan efektif dan dijawab ya karena ada political will yang kuat,” ujarnya dalam diskusi tentang korupsi di Kampus Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Kamis (5/10/2017).
Karena itu, Laode mengamini bahwa upaya pemberantasan korupsi yang efektif harus didukung oleh semua kekuatan politik yakni dari eksekutif dan legislatif. Dia mengatakan, sejauh ini, dukungan kuat selalu diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang merupakan representasi eksekutif. Namun dukungan yang sama belum diperileh dari kalangan legislatif.
“Saya pikir sejauh ini eksekutif sudah memberikan dukungan yang kuat namun untuk legislatif saya rasa belum,” tambahnya.
Lalola Easter, peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), justru menilai kemauan politik Presiden Jokowi untuk mendukung KPK belum terlihat maksimal. Hal ini bisa dilihat dalam gonjang-ganjing Pansus Hak Angket DPR untuk menyelidiki KPK.
“Jokowi bilang Pansus itu urusan parlemen. Dia lupa kalau dia kepala pemerintahan dan rekomendasi dari Pansus larinya ke Presiden juga. Lalu kalau sudah ada rekomendasi, mau diapakan. Political will itu penting dan saya melihat masih luput dari pemerintah. Dengan diamnya Presiden tidak menjadikan KPK lebih kuat, paparnya.