Esposin, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan cuaca panas ekstrem ditandai suhu udara tinggi sudah menurun. Penurunan suhu seiring dengan pertumbuhan awan hujan yang dapat menghalangi paparan sinar Matahari.
"Kalau kondisi panas seperti yang terjadi beberapa pekan yang lalu di mana kondisinya ada yang sampai 39,6 derajat Celsius, itu diprediksi kemungkinannya sangat kecil," kata Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Miming Saepudin dalam konferensi pers di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta Timur, Kamis (31/10/2019).
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Miming mengatakan berdasarkan pantauan BMKG, suhu di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (NTB) berkisar 35-37 derajat Celsius. Suhu tersebut, katanya, sudah masuk kategori normal.
Diserang Anies karena Lem Aibon, Ahok: Sistem Baik Jika Tak Niat Maling
Sementara itu, suhu maksimum di luar Jawa tercatat di bawah 35 sampai 37 derajat Celsius, yaitu berkisar 33 hingga 34 derajat Celsius. Suhu panas tersebut, katanya, merupakan kejadian siklus setiap tahun.
Suhu panas biasanya terjadi karena posisi Matahari. Pada Juli hingga Oktober, titik kulminasi Matahari masih maksimum di wilayah Jawa. Dalam kondisi tersebut, cuaca pada umumnya cerah karena tidak ada awan yang menghalangi Matahari. Hal itu menyebabkan udara menjadi panas.
Namun demikian, BMKG memprediksi awan sudah mulai signifikan pada awal November sehingga dapat menurunkan pancaran Matahari ke permukaan Bumi.
Video Panasnya Cuaca Hari Ini, Bisa Goreng Telur Tanpa Api
Terkait dengan musim kemarau, ia mengatakan puncak musim kemarau sudah terjadi pada Juni, Juli, dan Agustus. Namun, untuk wilayah Jawa kekeringan masih cukup signifikan karena awal musim hujan diprediksi mundur hingga pertengahan November.