SOLO - Bisnis rumah makan dan restoran dinilai belum mampu menangkap peluang tingginya agenda meeting, incentive, convention and exhibition (MICE) yang berkembang di Kota Solo.
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Agenda MICE yang banyak dilaksanakan di hotel-hotel, sudah sekaligus menyertakan paket makan. Sehingga, menurut Aribowo, restoran harus memiliki pemasaran yang kuat dan mengombinasikan paket restoran dengan paket yang lain. “Yang saat ini marak dilakukan restoran besar adalah membuat paket wedding atau pernikahan. Satu kali agenda wedding, biasanya bisa mengkover pemasukan restoran selama setengah bulan,” kata dia.
Sebagai bagian dari PHRI, Aribowo mengatakan, bisnis restoran dan rumah makan di Solo belum tergarap serius oleh asosiasi. Dari total keanggotaan PHRI, sektor restoran hanya sekitar 10%-nya. “Ada sekitar 15 restoran yang tergabung di PHRI,” imbuh pejabat Humas PHRI, Bambang Gunadi. Aribowo melanjutkan, bisnis ini merupakan bagian dari dinamika pertumbuhan ekonomi kota. Jika jumlah restoran dan rumah makan di Solo semakin banyak, maka perlu wadah untuk mengembangkan bisnis ini bersama.
Sementara itu, Kepala Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu (BPMPT) Kota Solo, Pujo Hariyanto, juga mengatakan bisnis restoran dan rumah makan di Solo terbilang sangat pesat akhir-akhir ini. Di tahun 2011, BPMPT menerbitkan 4 izin usaha restoran baru dan 14 izin usaha rumah makan. “Masih ada yang masih dalam proses. Artinya, ke depan masih banyak restoran dan rumah makan yang bakal berkembang di Kota Solo. Sama halnya dengan pengembangan hotel, industri dan mal, pengembangan restoran-restoran besar juga kalau bisa diarahkan ke Solo utara. Meskipun di pusat kota, pengembangan restoran relatif masih bisa dipenuhi,” kata Pujo.
JIBI/SOLOPOS/Hijriyah Al Wakhidah