Esposin, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali memberi opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2015. Hal tersebut disampaikan dalam Sidang Paripurna Istimewa yang dilaksanakan di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih Jakarta Pusat, Rabu (1/6/2016).
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Anggota V BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan opini WDP tersebut diberikan lantaran belum maksimalnya sistem pencatatan aset dan piutang pajak sesuai dengan akutansi berbasis akrual.
"Temuan yang diungkap dalam opini BPK atas laporan keuangan Pemprov DKI tersebut sebagian telah ditindaklanjuti namun belum memadai. Opini BPK atas hasil pemeriksaan laporan keuangan pemda tahun anggaran 2015 ini masih sama dengan opini tahun lalu. yaitu wajar dengan pengecualian," ujarnya di Gedung DPRD DKI.
BPK menilai laporan keuangan tersebut, selain hal yang dikecualikan dalam opini BPK dan dampaknya, telah memenuhi kriteria sesuai standar akuntansi pemerintahan. Selain itu, laporan memenuhi efektivitas pengendalian anggaran, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta kecukupan kelengkapan dalam laporan keuangan.
Sumber Waras
Namun, ada yang berbeda dengan pidato anggota V BPK tersebut dengan tahun-tahun sebelumnya. Alih-alih memaparkan garis besar temuan, serta penyimpangan (fraud) di dalam Laporan Keuangan Pemprov DKI, perwakilan BPK tersebut tidak mengatakan secara gamblang poin-poin temuan serta potensi kerugian negara yang mungkin bisa terjadi.
Dia hanya menyatakan bahwa BPK menemukan data-data yang berbeda dalam piutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), dan pajak kendaraan bermotor DKI Jakarta, serta pencatatan aset yang berasal dari konversi kompensasi pelampauan koefisien lantai bangunan (KLB).
Padahal, jika dibandingkan dengan pidatonya kala menyampaian LHP atas Laporan Keuangan Pemprov DKI 2014, BPK membeberkan salah satu temuan yang kelebihan bayar pembelian tanah RS Sumber Waras yang berpotensi merugikan kerugian negara sebesar Rp191 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Moermahadi memilih bungkam dan tidak menjawab secara detail terkait temuan dan potensi kerugian negara yang dilakukan Pemprov DKI. "Kalau mau tahu lengkapnya baca saja di LHP BPK. Saya enggak hapal," ujarnya.
Terkait perbedaan isi pidato yang dibacakan dengan tahun-tahun sebelumnya, dia pun tidak memberi alasan mengapa BPK tak membeberkan temuan dalam sidang paripurna. "Saya sudah sampaikan semuanya tadi. Kalau berbeda, ya saya memang tidak mau mengikuti pidato tahun lalu," katanya seraya bergegas masuk ke dalam mobil sedan berwarna hitam.
Sebagai informasi, penilaian WDP dari BPK kepada Pemprov DKI Jakarta telah terjadi sejak tiga tahun terakhir, yaitu Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2013. Sebelumnya, Pemprov DKI mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terakhir kali pada Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2012.