Esposin, SOLO – Salah satu dokter di RSUP Kariadi Semarang, Jawa Tengah, Rizqy Setyarto, mengatakan sekitar 50 persen gigitan ular berbisa berstatus gigitan kering alias tidak mengeluarkan bisa.
Menurutnya, gigitan kering oleh ular berbisa tidak menimbulkan gejala yang bersifat sistemik.
Promosi Kisah Perempuan Hebat Agen BRILink Dorong Literasi Keuangan di Medan
"Sekitar 50 persen dari gigitan ular berbisa merupakan dry bites atau gigitan kering, yaitu ular berbisa mengigit tanpa mengeluarkan bisa. Dry bites tidak menimbulkan gejala yang bersifat sistemik," ujarnya seperti dikutip Esposin dari laman www.rskariadi.co.id, Kamis (5/1/2023).
Rizqy menjelaskan, berdasarkan jenis bisa ular dapat dikategorikan menjadi empat macam.
Pertama neurotoksin, yakni jenis bisa yang menyerang saraf. Kedua hemotoksin yaitu jenis bisa yang menyerang darah.
"Yang ketiga kardiotoksin yaitu jenis bisa yang menyerang jantung dan keempat sitotoksin yang merupakan bisa ular yang menyerang sel," katanya.
Ia menambahkan, beberapa ular berbisa akan memunculkan gejala tersendiri. Namun secara umum, gigitan ular dapat diidentifikasi melalui tanda dan gejala.
Tanda dan gejala tersebut masing-masing terdapat dua luka gigitan, nyeri dan bengkak, kemerahan/ kehitaman dan/atau melepuh di sekitar luka gigitan.
Lalu mengalami sesak nafas, mual dan muntah, penglihatan kabur, berkeringat banyak, air liur meningkat serta mati rasa di wajah dan anggota badan tertentu.
"Apabila ular yang menggigit tidak berbisa, dokter akan memberikan terapi antibiotika dan pencegahan tetanus sesuai dengan indikasi. Sedangkan pada kasus yang lebih berat dapat diberikan antivenom (bisa). Untuk mengurangi gejala nyeri yang ada, penderita dapat diberikan antinyeri seperti Parasetamol," katanya.
Berhati-hati
Ketua Umum Exalos Indonesia, Janu Wahyu Widodo mengingatkan kepada rekan-rekannya sesama pecinta reptil untuk lebih waspada saat menangani hewan berbisa.Ia menegaskan, tidak ada orang yang kebal terhadap bisa ular.
Secara ilmiah, ujar prajurit TNI ini, kekebalan terhadap ular berbisa itu tidak ada.
Janu Wahyu mengatakan tubuh manusia tidak bisa merekam bisa yang disuntikkan oleh ular.
“Berbeda dengan virus atau bakteri yang kalau kita disuntikkan imuninasi akan terjadi imunitas, untuk ular tidak bisa. Bisa ular itu protein jadi tubuh kita tidak bisa membuat imunitas. Tidak ada istilah setelah pernah digigit ular lalu jadi kebal,” tandas tentara yang aktif dalam rescue hewan berbisa ini, kepada Esposin.
Janu menjelaskan, jenis ular berbisa ada tiga yakni berbisa rendah, menengah dan tinggi.
Untuk ular berbisa rendah dan menengah, gigitannya tidak mematikan dan kadang hanya berakibat pembekakan.
“Ular berbisa rendah dan menengah tidak mengakibatkan kematian,” katanya.
Janu yang memimpin tim Exalos Indonesia di sejumlah kota ini menjelaskan, di Indonesia ada 349 jenis ular di mana 15 persennya berkategori berbisa tinggi dan mematikan.
Ular berbisa tinggi dan mematikan itu di antaranya king cobra, kobra, ular hijau ekor merah, welang, weling dan lain-lain.
Sedangkan 85 persen ular yang hidup di Indonesia tidak berbahaya bagi manusia yaitu ular yang tidak berbisa, berbisa rendah dan berbisa menengah.
“Ciri-ciri khusus ular berbisa tinggi itu taringnya ada di depan baik yang tetap maupun lipat,” katanya.
Ia mengimbau masyarakat berhati-hati jika menjumpai ular di sekitar rumah mereka. Jika tidak berani mengusir secara mandiri, Janu menyarankan warga menghubungi tim rescue terdekat, pemadam kebakaran atau tim Exalos Indonesia di nomor 089610404414.
“Gratis, tidak dipungut biaya,” tandas anggota TNI berpangkat kopral satu ini.